sumber : www.ibcworldnews.com |
Selamat Malam, Ayana! Hari ini adalah hari keduaku kuliah. Di jadwal, mata kuliah yang harus ku tempuh adalah psikologi. Kemarin aku menempuh mata kuliah Ilmu Komunikasi. Besok aku mulai menempuh segala hal yang berkaitan dengan gizi. Mulai dari ilmu gizi dasar, sosio antropologi gizi, anatomi dan patologi, sampai ilmu kesehatan masyarakat. Sejak aku mulai kuliah banyak yang bertanya "Mengapa memilih polije (politeknik negeri jember)?". Aku ingin menjelaskan banyak hal kepada mereka yang menanyakan hal serupa, Ayana. Tapi mungkin mereka tidak akan paham ataupun sedikit mengerti. Bahwa sebenarnya kampus ini juga tidak pernah terbayangkan dalam benakku, terbesit saja tidak. Maka kuceritakan padamu saja.
Saat awal masuk kelas 12, aku dan teman-temanku
mulai disibukkan dengan berbagai macam pilihan kuliah mulai dari universitas
dan akademi, tapi bukan politeknik. Aku sama sekali tidak mengenal politeknik.
Berbulan-bulan aku bimbang dan selalu berganti pilihan. Sampai menjelang
pendaftaran SNMPTN pilihanku masih belum terpaku. Sholat istikharoh terus
kulakukan supaya aku tak salah langkah dalam mengambil keputusan. Kemudian
Ayana, tiba suatu ketika aku ingin menjadi seorang Ahli Gizi. Mendekati pendaftaran snmptn, keinginan itu makin kuat
Ayana. Kita percepat ya ceritanya. Karena aku tidak lolos snmptn Ay, jadi aku
harus daftar sbmptn dong. Dan pilihanku masih tetap Ayana, di kampus impianku
Universitas Airlangga. Setelah tes sbmptn, aku diajak oleh beberapa teman untuk
mengikuti tes UMPN (Ujian Masuk Politeknik Negeri) semacam sbm untuk
politeknik. Nah, aku mulai mencari berbagai informasi mengenai politeknik. Dan
gizi klinik lah salah satu prodi yang sesuai dengan apa yang aku cita-citakan,
Ay.
Diluar dugaan, tes yang aku jalani
setengah hati ini bisa membawaku lolos dan diterima di prodi impianku. Nah,
ketika pengumuman sbmptn dan aku dinyatakan lolos di prodi Budidaya Perairan
Universitas Airlangga, aku dihadapkan pada sebuah kebimbangan (lagi) Ay.Aku
diterima di kampus impian tapi bukan jurusan impian, juga di jurusan impian
tapi bukan kampus impian. Menyedihkan lebih tepatnya membingungkan. Lagi-lagi
aku takut salah langkah Ay. Maka tidak ada pilihan lain kecuali memohon
petunjuk-Nya. Setiap hari aku selalu memohon petunjuk-Nya dan mencari informasi
tentang dua kampus ini, Ay. Menjelang hari terakhir registrasi ulang sbmptn aku
seperti diberi jalan dan petunjuk. Petunjuk berupa apa? Coba tebak! Petunjuknya
adalah aku tidak bisa melakukan daftar ulang sbmptn, hanya karena aku tidak
bisa menemukan lamannya. Aneh memang, tapi nyatanya memang begitu Ay. Maka tidak
ada pilihan lain, aku harus menjalani kuliah di Politeknik Negeri Jember dengan
jurusan impianku. Rasanya terlalu panjang jika harus kujelaskan ini kepada
mereka semua, Ay. Banyak yang
menyayangkan keputusanku karena melepas kampus impianku(Unair) disaat ribuan
orang ingin masuk ke sana, aku malah melepasnya. Mereka harus tahu, Ay. Aku tidak
melepaskannya begitu saja, Ay. Aku melepasnya setelah melewati perdebatan
panjang dengan hatiku, dengan Tuhanku.
Sekarang inilah yang harus aku tempuh,
Ay. Berjuang bersama rindu-rindu yang beku. Di sini, di tempat yang sama sekali
tak pernah ku impikan. Tapi takdir Allah memang selalu baik, Ay. Kita hanya
perlu berjuang dan bersabar, begitu kiranya pesan abiku. Kau tahu tidak, Ay? Bahwa
sesungguhnya berjuang bersama rindu itu menenangkan. Mengapa demikian? Sebab bagiku
segala hal yang menenangkan itu belum tentu rindu, tapi segala hal tentang
rindu sudah pasti menenangkan. Di sini segala hal harus kulakukan sendiri,
Ayana. Tidak ada orang tua juga tidak ada dia, dia yang menciptakan rindu-rindu
ini. Sebulan yang lalu sebelum kami berpisah untuk nantinya bertemu dengan
lebih bahagia, ia tanamkan rindu di sini. Aku rajin merawat rindu itu hingga
tumbuh lebat. Sesekali kupangkas dengan doa supaya tetap indah. Pohon rindu ini
menjadi tempat rindang dan sekali lagi menenangkan. Aku sendirian di sini,
bergelantungan bersama rindu itu Ay. Setiap hari. Tapi rupanya rindu yang ia
tanamkan itu mengajarkanku untuk tetap kuat meski aku sedang jatuh. Bahkan ketika
rasanya tidak ada lagi kekuatan untuk bangkit, pohon rindu itu berbuah kekuatan
yang kemudian membuat aku berdiri lagi. Sebab rupanya ia ingin ketika kami
bertemu lagi nanti aku berada dalam posisi terkuatku. Ia tanamkan rindunya di
sini supaya nantinya aku tetap tegak, berdiri, tersenyum, menopang segala hal
yang menjatuhkanku. Dia hebat, Ay. Telah dia siapkan semuanya, bahkan meskipun
dia tak di sini rindunya ia tanamkan supaya tetap dekat.
Begitulah Ayana kisah rinduku malam ini.
Sampai bertemu di kisah rindu yang lain. Semoga kau tidak bosan. Selamat merindu,
Ayana!