Dua ribu duapuluhku dimulai dengan menyelesaikan
penelitian sedangkan teman-teman sudah berangkat ke lokasi praktek kerja
lapang. Melanjutkan penelitian sambil gelisah dan penuh pertanyaan kapan aku
dan 8 teman lainnya akan diberangkatkan. Masih awal dua ribu duapuluh juga,
akhir bulan pertama akhirnya kami dikejutkan dengan kabar keberangkatan yang
hanya berjarak satu minggu dengan hari pertama praktek kerja lapang. Semua serba
mendadak. Abi terus menekankan untuk tetap tenang tidak gegabah dan berpikiran
positif. Sungguh perkara berpikir positif ini adalah hal rumit yang harus
kujalani. Hambatan dan rintangan terus berdatangan. Akhirnya dengan semua
persiapan yang serba mendadak itu kami berangkat.
Sebulan pertama di tanah rantau semua berjalan sesuai
rencana, kegiatan praktek kerja di Rumah Sakit Umum Pusat Jawa Tengah ini
teramat menyenangkan. Ada banyak sekali ilmu yang aku dapat, tak terkira. Kami banyak
dipertemukan dengan orang-orang baik, diberi kemudahan dalam kesulitan,
kesempatan dalam kesempitan, semuanya masih bisa teratasi. Hingga akhirnya, pandemi
masuk ke Indonesia. Sebagai rumah sakit rujukan kami sudah terbiasa mendengar
pasien suspect ada di sini, kami juga
masih bersinggungan dengan pasien, mengunjungi ruangan-ruangan isolasi, tidak
ada kekhawatiran dalam bertugas, bukankah sudah menjadi tugas kami belajar
menjadi garda terdepan, siap tidak diliburkan saat keadaan genting seperti ini.
Semua tempat tutup, kecuali Rumah Sakit.
Tapi rupanya tak semua hal sesuai dengan apa yang kita
harapkan. Abi masih selalu mengingatkan untuk berpikiran positif. Keadaan mulai
memburuk, angka pasien positif terus meningkat. Satu pasien positif di rumah
sakit ini untuk kemudian tiga hari berikutnya satu pasien meninggal karena
virus yang mendunia ini. Aku masih mencoba terus menanamkan kata-kata abi di
pikiranku. Berusaha tetap tenang, tidak panik, tidak gegabah, berusaha
baik-baik saja di situasi yang sama sekali jauh dari kata baik.
“kalau semua hal sesuai dengan yang kita rencanakan, mungkin kita lupa caranya meminta dan memohon kepada-Nya, mbak”
Sekolah diliburkan, kerja dilakukan dari rumah,
jalan-jalan sepi, semua hal berubah cepat. Termasuk praktek kami yang harus
ditunda sebab terlalu berisiko bagi kami untuk tetap berada di rumah sakit.
Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan apa yang kurasa
saat ini, bahkan untuk menuliskan ini aku kesulitan memulainya. Tapi menulis
adalah self-healing. Imunitas harus
tetap terjaga. Jangan stress, jangan panik!
Senin 16 Maret 2020 menjadi briefing pagi paling menyedihkan selama kami praktek lapang di sana. Dipulangkan atau harus bertahan di sana masih belum bisa dipastikan. Jika memang harus dipulangkan sulit bagi kami untuk menerimanya sebab perjalanan praktek lapang masih panjang, banyak kompetensi yang belum tercapai, sedih harus berpisah lebih cepat dengan orang-orang baik di rumah sakit ini. Pembimbing yang sabar dan tegas, tidak menghakimi jika kami salah, tidak pelit ilmu, dan banyak kebaikan lainnya. Mengikuti himbauan presiden, praktek kami diliburkan 2
minggu dan kami diminta untuk tetap berada di rumah indekost sesuai anjuran #dirumahaja.
Keputusan akhirnya kami diliburkan dan keputusan buruk
yang kami ambil adalah kami pulang ke rumah. Sebuah keputusan yang cukup berani
menurutku sebab bertahan 2 minggu di kota terjangkit juga cukup mengerikan. Kami
harus menyiapkan stok makanan dan berdiam diri di tempat tinggal sampai pandemi
dinyatakan mereda. Pulang ke rumah juga bukan keputusan terbaik. Nyatanya,
setelah sampai di rumah kami harus mengisolasi diri dan mengurangi kontak
dengan siapapun termasuk itu orang-orang tersayang.
Sampai di rumah aku mandi dan mencuci semua barang
yang kubawa dan kupakai. Tidak ada
salam-salaman, ciuman, pelukan, tak ada semua. Aku terus menjaga jarak dengan
orang-orang di rumah. Pulang ke rumah kali ini sungguh menyedihkan. Tapi di
rumah aku bisa mendapat makanan sehat yang lebih baik, mendapat asupan sayur
dan buah lebih mudah, melihat kedua orang tuaku lebih dekat, walaupun kami
harus berjarak entah sampai kapan.
Kami
juga belum tahu bisakah kami kembali ke kota rantau sesuai waktu yang
ditentukan. Bagaimana selanjutnya kegiatan praktek lapang kami. Kegelisahan terus
menyelimuti. Bangun dengan rasa cemas, menunggu kabar baik, dan semua
kemungkinan yang harus kami hadapi kedepannya. Semoga pandemi ini memberi
pelajaran bagi kita semua. Terus cari sisi positifnya, selalu ada! Bukankah
Allah tidak akan memberikan cobaan pada suatu kaum melebihi kemampuan kaumnya? Jadi,
tetap semangat. Bahu membahu, gotong royong! Yuk rajin cuci tangan, makan
makanan bergizi, dan olahraga. Semoga pandemi segera berakhir dan bumi kembali
sehat. Barangkali pandemi ini adalah peringatan bagi kita supaya lebih mawas
diri.