Mengenai Saya

Foto saya
Segala sebab akibat perihal rindu. Selamat membaca! Semoga bermanfaat :) other social media: ig : https://www.instagram.com/sasmitha.arf/ id line :sasmitha06. See you soon!

Sabtu, 07 Oktober 2017

Kuliah di Kampus Biasa (Review Kuliah di Jember)

Assalamualaikum, pembaca! Tulisan ini berisi review dari saya setelah satu tahun kuliah di Jember, kuliah di kampus yang biasa saja (bukan kampus idaman). Perlu diingat ya semua tulisan ini berisi opini saya, apa yang saya rasakan, sudut pandang saya. Jadi, bila ada yang kurang setuju atau tidak sependapat bisa disampaikan. Karena semuanya di sini berasal dari pendapat dan pengalaman saya. Selamat membaca J

Asal Mula Kuliah di Jember

Soal ini pernah saya bahas di tulisan saya sebelumnya, bisa di scroll down. Oh iya, bagi yang belum tahu saya adalah mahasiswi D-IV Gizi Klinik Politeknik Negeri Jember. Dulunya, Jember bukan tujuan utama saya dalam memilih kuliah. Terlebih politeknik, sama sekali tidak ada bayangan pendidikan vokasi itu bagaimana. Karena saya dari SMA bukan SMK jelas tidak pernah kepikiran mau melanjutkan ke pendidikan vokasi. Semua hanya sebatas coba-coba dan ajakan teman. Seperti anak SMA yang lain yang pasti punya mimpi yang tinggi. Kuliah di kampus idaman, kampus besar, diimpikan banyak orang. Jember mungkin hanya jadi salah satu pilihan atau bahkan pilihan terakhir. Tapi saya? Tidak mendapatkan kampus impian saya, yang berhasil saya dapatkan hanya jurusan yang saya inginkan di kampus yang sama sekali tidak masuk daftar keinginan saya. Ini yang saya syukuri, kuliah di jurusan yang sesuai dengan keinginan saya. Setiap hari ada hal-hal baru yang membuat saya semakin nyaman ada di sini.

Ketika saya berkunjung ke kampus-kampus di Malang atau Surabaya, saya baru sadar ternyata kampus saya itu kecil. Gedungnya tidak terlalu banyak, yang luas itu sawah dan kandangnya. Kantinnya saja hanya satu, di kampus lain tiap fakultas ada kantinnya kalau di Polije se-poltek itu kantinnya hanya satu dan itu selalu ramai karena memang tidak sebanding dengan jumlah mahasiswanya. Tapi tidak apa, saya syukuri. Setidaknya kalau gabut bisa keliling kampus, ke sawah, ke kebun, atau yang paling menyenangkan adalah melihat sapi di kandangnya.

Beda Politeknik dengan Universitas

Sebelum kuliah saya selalu mencari info tentang kehidupan kampus, dari kakak kelas, dari tetangga, saudara, membaca di media, dari banyak sumber. Semuanya adalah tentang kehidupan kampus di Universitas. Sayangnya, saya tidak di sana. Setelah melewati masa PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru) saya dihadapkan dengan kehidupan berbeda dengan apa yang saya bayangkan. Pendidikan vokasi lebih keras dari ekspetasi saya. Gambaran umumnya nih ya buat yang tidak kuliah di Politeknik, bedanya itu seperti SMA dan SMK tapi lebih kompleks. Di politeknik kita dibekali skill atau kemampuan karena outputnya adalah mahasiswa yang siap kerja. Nah untuk mengasah skill ini tentunya ada banyak praktek yang mendukung, namanya aja kan Poltek jadi ya pol praktek. Kita bisa saja seharian praktek. Kuliah dari jam 07.00-20.00. Masih ditambah laporan dan tugas-tugas lainnya, belum lagi yang sibuk dengan organisasi. Jadwal kuliahpun ditentukan oleh lembaga, kita tidak bisa mengatur jadwal kuliah kita sendiri. Semuanya sudah diatur.

Ketika masuk kuliah bayangan saya adalah tidak berseragam seperti mahasiswa pada umumnya. Kuliah dengan style yang disukai, rambut gondrong, kaos oblong, celana jeans, dan ya yang semacam itu lah. Tapi di politeknik tidak! Saya masih harus berseragam dari senin hingga jumat (hanya di jurusan kesehatan, di jurusan lain seragam hanya di hari-hari tertentu). Rambut tidak boleh gondrong, mahasiswanya masih rapi-rapi semua. Semuanya diluar ekspetasi saya. Tapi, tetap saya nikmati, saya syukuri. Ada untungnya kan  berseragam, tidak bingung pilih baju kalau mau berangkat kuliah.

Lingkungan dan Kultur di Jember

Mayoritas masyarakat Jember berbahasa madura dan saya tidak bisa berbahasa madura. Mahasiswa di sini beragam, tapi  masih banyak yang dari kota terdekat seperti Lumajang, Probolinggo, Bondowoso, dan Situbondo yang mayoritas berbahasa madura. Setahun di sini logat lumajang saya jadi agak tergeser. Biasanya yang paling sering terdengar itu kalimat-kalimat begini, “Boh, yaapa pas”, “Jek kamu gitu gel-megelin”, “Cek lamanya rawes”, “Mara yang baik mad”, dan lain-lain yang menurut saya itu lucu.

Cuaca dan suhu di Jember tidak beda jauh dengan Lumajang walaupun lebih panas, ini memudahkan saya untuk beradaptasi. Nah, satu hal lagi yang saya syukuri, Allah memang tahu apa yang hamba-Nya butuhkan, bukan yang diinginkan. Karena tubuh saya agak manja ya, tidak bisa tinggal di suhu yang terlalu dingin atau terlalu panas Jember menjadi tempat yang sesuai. Malang itu terlalu dingin bagi saya, Surabaya itu terlalu panas. Beberapa teman saya mungkin paham bagaimana reaksi tubuh saya ketika suhu lingkungan sedang ekstrim atau tidak mendukung. Kalau makanannya di Jember masih tergolong murah, saya jadi tidak perlu berpikir sangat keras untuk berhemat karena memang uang pas-pasan. Tapi cukup, kebutuhan saya tercukupi di sini. Coba kalau saya di kota lain yang lebih besar, yang makanannya lebih mahal apalagi cafe-cafe dan fastfood mudah ditemui saya pasti harus berpikir lebih keras untuk berhemat.

Betah Atau Tidak di Jember?

Semester lalu saya masih sering pulang, setiap minggu selalu pulang ke Lumajang jadi saya dianggap tidak betah di Jember. Padahal statement itu salah besar. Saya pulang bukan karena tidak betah, tapi memang ada kesempatan untuk pulang. Kalau semester ini yang lebih berat saya jadi agak sulit pulang ya tidak pulang. Lumajang-Jember bisa ditempuh dalam 1,5 jam, pun saya biasa pulang sendiri jadi kegiatan pulang kampung lebih fleksibel dan mudah dilakukan. Saya selalu memanfaatkan kesempatan pulang itu dengan baik walaupun kadang hanya sehari. Karena orang tua saya bukan tipe orang yang selalu chat atau telfon anaknya. Jarang sekali tanya “sudah makan apa belum”, “sudah bangun belum”, “sedang apa”, bahkan kadang seminggu tidak telfon sama sekali. Bukan mereka tidak peduli, tapi saya yakin orang tua saya selalu memikirkan anaknya dan selalu mendoakan. Ibu saya ikatan batinnya sangat kuat, setiap saya sangat lelah atau sedang sumpek-sumpeknya saya hanya bilang “Ya Allah saya kangen umi” tidak lama setelah itu pasti ditelfon oleh umi atau abi. Karena itu sesibuk apapun saya pasti menyempatkan pulang walaupun harus pulang membawa tugas, setidaknya tidak membuat orang tua saya khawatir. Nah, ini yang saya syukuri. Kuliah di Jember tidak jauh dari rumah, saya mudah untuk pulang, mudah untuk memastikan orang tua saya baik-baik saja secara langsung.  

Hikmah Kuliah di Jember

Lalu hikmahnya apa kuliah di kampus yang biasa saja? Saya kuliah di jurusan yang menyenangkan. Jurusan yang mengajarkan banyak hal menakjubkan. Hal-hal yang harus disyukuri setiap hari. Seperti yang sudah saya tuliskan di atas. Banyak kemudahan yang saya temui selama kuliah. Di semester awal itu seperti semester penuh perjuangan, survival banget gitu. Tapi karena akses untuk pulang itu mudah semuanya bisa diatasi. Apalagi selama di sini banyak yang sayang saya, saya punya teman-teman dan saudara yang sangat peduli. Saya tidak pernah merasa sendirian, banyak orang-orang yang membantu dan memudahkan.

Kampus saya memang tidak besar, tapi saya senang ditempatkan di sini. Kalau ditanya “kuliah dimana?” sekarang saya sudah sangat ikhlas dan bangga menjawab “Di Jember”, walaupun pertanyaan selanjutnya selalu “Oh, di Unej ya?”, saya tetap ikhlas menjawab “Bukan, di poltek.”, dan coba tebak pertanyaan selanjutnya apa? “Oh, D3 ya?”, saya masih ikhlas saja menjawab “Bukan, D4”. Kesannya itu seperti begini loh “Oalah cuma kuliah di poltek, mau jadi apa nantinya”. Politeknik masih dianggap sebelah mata, padahal kalau saya boleh besar hati sedikit nih, di Politeknik kita dibekali skill yang tidak diberikan di Universitas. Kuliah kita lebih berat dan lebih melelahkan, silahkan kalau mau bilang “Itu kan karena kamu kuliah di poltek jadi dibangga-banggain”. Itu yang saya rasakan, itu yang saya lihat. Kita disiapkan menjadi mahasiswa yang siap kerja. Dulu waktu PKKMB kita diberi semangat dengan lagu ini, “Siapa bilang diploma itu beda, diploma sama dengan sarjana. Yang bilang diploma itu beda, hanya orang yang tak pernah kuliah.” Lagu itu sangat bermakna bagi saya, benar-benar bisa jadi penyemangat. Yang bisa paham makna dari lagu itu ya yang kuliah di Politeknik. Diploma memang sama dengan sarjana, bahkan menurut saya lebih berat prosesnya.

Ketiga, saya tidak sedikitpun menyesal ada di sini. Saya sudah ikhlas tidak diterima di kampus yang besar. Karena tolak ukur kesuksesan tidak dilihat dimana ia belajar tapi bagaimana ia belajar. Untuk yang sudah terlanjur kuliah di kampus yang biasa saja, coba deh diubah sudut pandangnya. Dibuang penyesalannya atau rasa marah karena tidak diterima di kampus yang besar. Ini salah satu motivasi saya untuk tetap berusaha keras, “Kampus besar itu hanya salah satu jalan, bukan satu-satunya jalan”. Kalau statement saya ini salah silahkan dibenarkan. Untuk adik-adik yang mau kuliah, jangan pesimis. Kalian harus tetap punya mimpi besar. Kuliah dimanapun sesuai dengan apa yang kalian impikan, tapi ingat disesuaikan dengan apa yang kalian butuhkan. Untuk teman-teman yang sudah kuliah sekarang bukan saatnya “Kenapa kok saya ga lolos di sana, kenapa saya harus kuliah di sini?” tapi diubah jadi “Bagaimana saya harus nyaman dan sukses dari sini”.


Semua tulisan ini berasal dari pemikirian saya, dari apa yang saya rasakan. Mungkin ada beberapa yang sependapat. Kalau tidak sependapat, silahkan disanggah karena memang opini tiap orang itu berbeda. Semoga sudut pandang saya ini bisa memberi manfaat. Mari sama-sama kita belajar, menyikapi takdir dengan positif dan rasa syukur. Semoga kita semua bisa sukses dengan jalan kita masing-masing.