Mengenai Saya

Foto saya
Segala sebab akibat perihal rindu. Selamat membaca! Semoga bermanfaat :) other social media: ig : https://www.instagram.com/sasmitha.arf/ id line :sasmitha06. See you soon!

Kamis, 25 September 2014

Sebuah Horison Kata

“Diamlah kalian, jangan rusuh. Sabarlah, sebentar lagi akan kukirimkan kalian kepada tuan itu! Jangan ganggu ritualku dengan senja!”
******
Di salah satu senja, jari-jariku menari, mencipta kata yang akhirnya akan kau tuai. Entah  malam nanti, esok pagi, saat kau hendak tidur, saat kau sedang makan, atau kapan saja sebahagia hatimu. Aku selalu yakin, barisan kata ini akan mengekor di belakang langkahmu yang tegap atau mungkin saja mendahuluimu. Aku tidak peduli apakah kata-kata yang berderet ini akan mengganggumu atau tidak, yang pasti aku hanya mengirimkan mereka ini untuk jadi kawanmu setiap waktu. Jika nanti mereka mengganggumu, jangan pernah menyalahkanku. Mereka, kata-kata ini yang jahat. Dia menyiksaku saat aku bercumbu dengan senja. Maaf, aku hanya bercumbu dengan senja, dia bukan orang lain. Aku hanya menaruh harapan pada senja, sekedar bercengkrama dengannya sembari mengulang cerita. Kadang senja menggambarkan sedikit tentangmu, ia menjelma matamu yang tenang. Hingga sekian waktu berselang senja berhasil menjelma dirimu, jadilah senja itu kamu. Maka, jangan marah jika suatu ketika kau menemukanku sedang bercumbu dengan senja, memeluk langitnya yang kemerah-merahan, atau menggenggam erat matahari yang memancarkan cahaya keemasan. Senja itu bukan orang lain. Sekali lagi kutegaskan, senja bukan orang lain. Dan tentang kata-kata yang jahat itu, dia menggedor-gedor pintu hatiku. Memaksa otakku untuk memberi perintah pada jari-jariku yang telah kelu. Mereka mengganggu islahku dengan senja. Aku benci saat-saat itu. Saat langit semakin merah menyaga, mereka semakin kuat melakukan perlawanan kepada hati, otak, darah, otot, tulang dan seluruh elemen pada tubuhku. Mereka semakin memaksaku untuk dikirimkan kepadamu. “Aku ingin bertemu tuanku!” mereka berteriak-teriak tanpa ampun. Aku bisa apa? Tak ada kekuatan untuk menahan mereka yang berbondong-bondong. Semakin lama, kurasa semakin banyak. Ada kemungkinan dalam waktu beberapa menit itu mereka beranak pinak. Ketahuilah, aku benci masa serupa ini. Maka dengan kekuatan yang tersisa, kubiarkan jari-jariku menari mengirimkan mereka padamu.
Aku hanya takut mereka akan terus menghantuimu, mengekor di belakang langkahmu, seperti anakan sungai yang mengalir ke muara. Tentunya, aku akan merasa bersalah telah mengirimkan si kata-kata usil ini padamu. Mereka merengek-rengek seperti balita merindukan balon dan permen. Aku bisa apa? Tidak pernah kuasa kulihat mereka memelas. Semakin iba aku dibuatnya. Maka di senja ini ku kirimkan mereka kepadamu.
Mereka memang hanya sekedar kata-kata yang bahkan mungkin banyak manusia memandangnya sebelah mata. Tapi mereka jauh dari kata biasa, jika mereka sudah sampai padamu nanti, akan kau temukan cinta yang mengikat di dalamnya. Mengakar di setiap huruf dan akan terus memanjangkan akarnya. Lalu cintanya itu akan rimbun, lebih indah lagi mereka telah berbuah rindu. Dan kau tahu, cinta itu terus rimbun, buahnya akan semakin berlipat dan selalu berlipat. Maka itulah alasan mengapa mereka memaksaku untuk dikirimkan padamu. Akarnya sudah terlalu panjang, pohon cintanya sudah sangat rimbun, dan buahnya sudah tak terhitung lagi. Buah itu harus segera di panen oleh tuannya.
Deretan kata ini benar-benar menyiksa. Mereka bukan hanya mengganggu waktuku dengan senja, rindunya yang terus berbuah itu membuatnya semakin berat untuk kubawa. Bayangkan saja mereka mengakar cinta dengan sangat panjang, lalu tumbuh tinggi dan rimbun, masih berbuah rindu yang lezat. Itu terlalu berat untuk ukuran wanita sepertiku. Mereka benar-benar merepotkan. Berkali-kali kubilang untuk tinggal saja dengan tenang di dalam tubuhku dan jangan berbuah. Tapi mereka terlalu keras kepala. Aku tidak habis pikir, darimana mereka mendapat air dan cahaya untuk tumbuh dan berbuah, alasan mereka tak pernah masuk akal “Mata tuanku adalah telaga yang tenang, dan cintanya ialah kekuatan untuk berbuah, lalu senyumnya menyiratkan cahaya yang selalu kami ikat dengan klorofil di tiap-tiap daun kami” kata mereka dengan tanpa rasa bersalah. Barangkali tidak bertemu denganmu adalah cara untuk membuat mereka tak tumbuh lagi. Tapi kau harus tahu, mereka benar-benar jahat. Rombongan kata-kata ini tak pernah kehabisan cara untuk mendapatkan sumber cahaya dan airnya. Hinggga pada akhirnya selalu saja mereka berhasil menyeret langkahku ke hadapanmu. Mereka selalu tahu dimana tuannya berada, atau barangkali kau juga yang licik. Mungkin kau juga yang menyuruh mereka untuk menyiksaku dengan buah-buah rindunya.
Kutengok senja semakin sendu, aku harus kembali padanya dengan cepat. Sebelum buah-buah rindu mereka semakin berlipat, kukirimkan saja padamu. Kuingatkan lagi, jangan salahkan aku jika mereka nanti menghantuimu, atau hidup dibalik derap langkahmu. Jika kau hendak menyimpannya dalam tubuhmu, silahkan saja. Di sisa senja ini, kuserahkan mereka pada tuannya. Setelah ini, akan tumbuh lagi kata-kata dalam tubuhku. Dan aku akan mengajari si kata baru itu agar lebih beretika. Supaya mereka mengakar, tumbuh dan berbuah rindu dengan bijaksana. Nantinya, kata-kata baru itu akan menjadi si kata baru yang sopan. Tidak akan ricuh berebut air di telaga matamu yang tenang, atau membuat sayembara  untuk memenangkan cahaya senyummu. Kata-kata baru itu tidak akan seperti itu lagi. Aku janji, jika nanti akhirnya si kata baru itu sudah berbuah rindu dan saatnya untuk kukirimkan padamu, mereka akan sampai dengan tenang tanpa kericuhan.
Sebentar lagi kata-kata dengan buah rindu yang terlampau banyak ini akan sampai padamu. Tertatih aku membawanya, mereka terlalu berat. Masih sama seperti rombongan kata yang sebelumnya. Mereka hidup dan tumbuh dengan kejujuran tanpa majas apapun. Kamu, si tuan kata-kata, jangan licik lagi ya. Sudah cukup bersekutu dengan mereka untuk menyiksaku dengan buah rindu yang berlimpah dan teramat berat. Mungkin mereka akan sampai saat senja telah kembali ke peraduannya. Saat langit gelap sempurna. Sekarang sudah saatnya aku menikmati sisa senja yang beradu ini. Masih tersisa gemetar di dalam tubuhku setelah mengantarkan mereka pada tuannya. Bayangkan saja, aku membawa mereka yang rimbun dan berat itu dengan tanganku sendiri. Kuikatkan akar-akar mereka yang teramat panjang di tubuhku. Kata-kata berbuah rindu itu benar-benar jahat. Sebentar lagi mereka akan sampai pada tuannya. Dan si kata baru yang tumbuh dalam tubuhku akan beranak pinak dengan bijak. Selamat bertemu dengan rombongan kata berbuah rindu itu. Selamat senja, tuan kata dengan mata yg dibanjiri telaga ketenangan. Semoga siluet kasih dari bola matamu terus memancar dan sampai pada kata berbuah rindu yang tumbuh dalam tubuhku.



Sabtu, 13 September 2014

Biar Saja Postingan Ini Tidak Menemukan Judulnya

Sudah lama tidak berkunjung ke rumah kecil ini. Ketika saya masuk, ada banyak sarang laba-laba disini. Entah berapa lama saya tidak meninggalkan catatan di rumah kecil ini. Saya sedikit sibuk dengan kebahagiaan baru. Ada dunia baru yang harus saya nikmati. Dunia yang saya temukan di sepasang mata yang tenang. Sebuah dunia, tentang derai tawa dan kesetiaan. Tentang dunia pelangi yang datang selepas hujan dan badai memporak-porandakan hati saya. Saya sadari, banyak penguat di sekeliling saya. Penguat yang hadir bukan dari ke-semu-an.

Setelah sekian waktu terlewat dan semua cobaan mendera, saat saya mencoba terus melapangkan hati, setelah itu semua, bahagia benar-benar datang dari arah yang tidak saya duga. Benar memang tidak mudah menghapus luka yang sudah terlanjur menjadi duri diantara sutra,  butuh waktu. Iya, kita hanya perlu menyesuaikan semuanya. Perlu menguatkan hati untuk keadaan yang jauh berbeda dari sebelumnya. Tapi tak baik pula meratapinya berkepanjangan. Banyak hal yang bisa kita lakukan daripada sekedar menengok ke belakang dan menyesali semuanya. Biarlah yang berlalu itu cukup menjadi pelajaran berharga bagi hidup kita. Pelajaran yang mungkin dalam kurikulum 2013 pun tak kita temukan. Pelajaran yang tersirat. Pelajaran yang menghadirkan luka untuk setelahnya memberikan ketegaran bagi hati kita. 

Membuka mata dan menyadari bahwa masih banyak yang peduli adalah pantas kita lakukan. Jangan pernah merasa sendiri. Karena memang faktanya kita tak pernah sendiri. Jika ada yang pergi, maka percayalah akan ada yang datang dengan harapan baru. Jangan takut sakit hati, karena ya begitulah hidup. Suka selalu berdampingan dengan duka. Mereka teman setia. Hadir bergantian dalam hidup kita. 

Setelah kisah cuklek yang saya rasakan, ada bara kebencian yang tak kunjung padam. Tapi harus saya kikis perlahan. Karena sekuat apapun saya membenci tidak akan pernah berpengaruh baik bagi hidup saya. Maka melapangkan dada dan menjalani kehidupan baru yang jauh berbeda dari sebelumnya adalah sebuah jalan yang harus saya tempuh. Dan hasilnya tidak pernah saya duga, ada kebahagiaan yang datang dari arah tersembunyi. Menyusup masuk kedalam hidup saya, dengan lembut mencipta tawa, dan menjadikan hari-hari saya lebih baik dari sebelumnya. Ada semangat tercipta dari mereka yang peduli, dari mereka yang tersenyum serta tertawa. Semua bahagia itu membaur, perlahan menutup luka. 

Ada kehidupan baru yang harus saya jalani disini. Ada senyum dan tawa yang harus tetap memancar setiap hari. Mengusir elegi-elegi. Tak ada satire. Tak ada benci, dendam, iri, dengki. Memang awalnya tak akan mudah. Kita hanya perlu menerima kenyataan dengan lapang. Menjalaninya dengan sadar. Percaya saja gaes akan ada pelangi selepas hujan. Biarkan masa lalumu membuatmu selalu berkaca. Hidup itu jalan kedepan gaes. Ada suka disana, ada bahagia diujung sana. Percayalah.