Mengenai Saya

Foto saya
Segala sebab akibat perihal rindu. Selamat membaca! Semoga bermanfaat :) other social media: ig : https://www.instagram.com/sasmitha.arf/ id line :sasmitha06. See you soon!

Sabtu, 04 Maret 2017

BISIK KATA UNTUK LUNAR

Sesekali saya berkirim surat dengan Lunar-gadis anggun dengan sajak yang menawan. Kami mengisahkan banyak hal. Tidak berat, hanya sajak dan celotehan ringan. Sila membaca! Semoga berfaedah.

[[BEDEBAH]]
Hai Lunar, semoga surat ini sampai padamu dengan pendaratan yg elok
di savana hatimu yang lapang.
Pagi ketika matahari meliuk indah di ufuk-
Aku sedang mendengarkan angin, atau kau dengar juga Lunar?
Ia bersiul menyampaikan pesan perihal kekacauan peradaban. 
Dunia porak-poranda, katanya. 
Negeri ini sedang dicengkeram kesombongan juga cawan kekuasaan.
Perih, telingaku tersayat.
Malam pekat Lunar,
Kubangun negeriku sendiri
Tanpa kebengisan, setetespun. 
Mungkin kau juga harus mencoba membangun negerimu sendiri.
Kemudian seseorang menananami rindu di sana
Dipupuk ketulusan
Disiangi kejujuran
Maka negeri yg damai sedang bergerak
Membangun kekuatan
Sang angin balik arah, menuju tuannya.



Lunar baik, Ia tak pernah terlambat membalas suratku. Silahkan membaca balasan Lunar di  Balasan untuk Ayana


Dan kami terus berbalas

Lunar bukankah sudah kubilang 
lebih baik kita bangun negeri kita sendiri
Sebab untuk apa 
tumbuh di ceruk kehancuran? 
Kau hendak mati dilucuti cara romantis?

Aku sesak napas
Saban hari sarapan kisah korupsi
Sungguh bergizi
Negeriku kurus prestasi
Mengenaskan
Anak muda - diperdaya percakapan semu
di lini media massa
Juga politik di sini menjelma sang maha kuasa
Di elu-elukan oleh kebodohan publik

Hiruk pikuk perebutan kursi jadi sorotan
Pertumpahan darah paling menawan
Tapi mereka hanya pahlawan
bagi biang aib sendiri!
Alibi
Mengatasnamakan negeri
Memperkaya kantong pribadi


Cuh!
Ku muntahkan janji keadilan
yang masuk ke kerongkongan rakyat
Siapa pula rela dahaganya disirami ketidakadilan?
Negeriku compang camping
Kejujuran robek di segala sisi
Tak ada yg bisa tumbuh
Barang sebatang saja
Tanahnya carut marut
Digerogoti dengan keji



Sore ini
Angin tak bersiul
Ia kehilangan penunjuk arah
Negeriku diliputi polusi kesedihan
Asap-asap duka.



Lunar, mari beranjak
Tinggalkan negeri para bedebah
Biarkan keegoisan terus meletup disana
Mereka semacam
gelandangan berjubah keserakahan
Esok kuajari kau memilah peradabanmu sendiri
Tagih aku-si gembala sifat pelupa


Silahkan kembali membaca balasan Lunar di Ayana, Ku tagih janjimu sampai ke neraka
Semakin diteruskan percakapan kami tentunya tak berujung. Maka saya, memilih menyelesaikannya. Dan menutup sekat percakapan.



.
Lunar

Sebentar
Ijinkan aku menertawai sajakmu yang tersulut emosi
Ada api kebencian di sana
Napasmu tersengal-sengal
Disusul perasaan bahagia tak terjamah

Haha!
Kau adalah putri kekufuran
di tengah peradaban 
terus berkejaran
menuju cawan jahiliyah




Rupanya aku tidak lagi jadi putri paling merana 
lebih bersungut-sungut
Adalah kau-
Tuan putri menyanggah mahkota kesengsaraan
dan berlian air mata

Sudahkah kau hitung berapa tapak nestapa yang kau jajaki?
Atau penanda jalan
pada kilometer sekian memberikan rangkain ketabahan?

Lunar-
Saban mentari menggulung tikar
dan malam menggelar gugusan bintang
negeri berpondasi rindu milikku terus memperbaiki diri

Lunar, 
Kota sedang riuh rendah
Ratusan sedan menikmati aspal berlubang
Lampu kota bertugas
tanpa keluhan
Tapi siapa pula yang peduli ia merintih
Sebab kota di negeri ini
serupa insomnia berkepanjangan
Tak usah kau tagih janjiku berlebihan
Bukankah
Tlah kau nikmati sedu sedan neraka?
selama ini.

OTORITASI SEPI.

Aku lari
Kencang
Terjerambab kemudian
Ilusi-ironi-elegi
Kisah ter-menyedihkan

Aku berdiri
Tegap
Terperosok kemudian
Menekuni rindu pincang

Hemodialisis? Begitu
Estetika menguatkan yang rapuh
Seni mengukir kesakitan
Mengaum di dengung
Gema

Aku adalah bab/
Revisi tiap pagi
Aku kopi/
Pahit tiap sisi
Pendahuluan/
Tafsir makna berselimut kebodohan
Aku madu/
Digelonggong air kebisuan//

Aku ingat/
Lupa di setiap hal
Aku girus/
Lurus karena janji belaka
Aku renal/
Gagal berfiltrasi
Aku aorta/
Sempit menutup kebenaran
Tak berdaya mengeja Illah
Aku colon/
Busuk digerogoti waktu//

Kemo saban hari
Meludahkan racun kenestapaan
Darah peluh
Tangis purba

Aku belajar
Rupa kehidupan
Kecuali gelap
Bertahta kehilangan

Proposalku pada Tuhan
tak didanai.
Ia tetap melengang pergi
Aku miskin-