Mengenai Saya

Foto saya
Segala sebab akibat perihal rindu. Selamat membaca! Semoga bermanfaat :) other social media: ig : https://www.instagram.com/sasmitha.arf/ id line :sasmitha06. See you soon!

Rabu, 16 September 2015

Surat dan Metamorfosa Rindu (Mozaik 1)

Guten Abend! Sudah lama sekali tidak mengunjungi rumah kecil yang usang ini. Ulang tahun sekolah sedikit menyita waktu saya, hehe. Malam ini saya coba berkunjung lagi dan menemukan keadaan blog kecil ini tanpa perubahan apapun :) 
Di tulisan kesekian yang (masih) kurang penting ini saya masih bercerita tentang rindu, masih tentang rindu dan selalu tentang rindu. Bagi saya rindu masih menjadi kata paling romantis. Rindu menyimpan kehangatan, kasih sayang dan do'a. Tulisan ini sukses diselesaikan pada saat, em, saya lupa kapan tulisan ini saya buat. Sudah terlalu lama rupanya. Baiklah selamat membaca, semoga merindu :)

Surat dan Metamorfosa Rindu
(Mozaik 1)

Hai Tong, apa kabar? Kau masih hidup atau sudah pindah alam? Hidung kau berubah jadi pesek kah? Kau masih suka jailin tukang sate yang lewat tengah malam di taman kota? Tong, kau masih suka menjelma jadi monyet pencuri pisang di ladang sebelah rumah? Ah, Tong aku masih dengan rindu yang sama sejak kau pergi. Pergi dari aku, pergi dari kita Tong. Sejauh ini kau masih saja bisu. Sejak kau pergi, aku jadi bodoh Tong. Hendak saja aku menampang fotomu dengan tulisan besar “DICARI”. Aku masih berantakan Tong. Kau bilang akan menitipkan rindu pada hujan. Haha kau jangan gila Tong, hujan saja tidak mampu membawa dirinya bagaimana hendak membawa rindu?. Setiap kali hujan datang dan mampir di teras rumah kita selalu kutanyakan adakah titipan rindu dari kekasihku, Tong? Mereka acuh saja Tong, lalu untuk apa kau menitipkan rindu pada yang acuh? Kau juga pernah bilang, senja bisa sekali membawakan rindu dalam jingganya. Sayangnya senja tak mau bicara Tong, lalu sia-sia kau titipkan rindu pada kebisuan. Tong, tolonglah berpikir panjang bila hendak menitipkan rindu. Jangan pergi seenak kau mau. Aku ini hanya hidup denganmu, tiba-tiba saja aromamu tak pernah menggelikan bulu hidungku. Tiba-tiba saja suaramu tak memenuhi gendang telingaku. Semuanya serba tiba-tiba Tong. Aku belum siap, bahkan tak akan pernah siap Tong. Sejak kau pergi aku miskin seketika, Tong. Bagaimana tidak? kamu kan kekayaanku satu-satunya. Untungnya aku masih bisa hidup meskipun setiap hari harus makan dengan rindu. Tong maumu itu apa? Menggeletakkan kebahagiaan yang sudah kita bangun mati-matian. Jangan bodoh Tong, sekalipun aku biasa bekerja keras mengangkat karung-karung beras di pasar tapi aku tak cukup kuat untuk membangun kebahagiaan dengan sendiri begini. Tak lucu lah Tong, rumah bahagia yang kita bangun itu baru separuh. Lalu kau biarkan saja begitu? Menganga, menerima hujatan-hujatan luka akibat kau tinggalkan. Sudah separuh, hampir roboh pula. Bangunan itu terlalu rapuh lah, Tong. Aku ini sudah miskin malah kau buat makin miskin. Bosan Tong setiap hari makan nasi berlauk rindu, sekali-kali lah kau pulang, mewarnai sarapanku hingga tak jadi sesunyi ini. Kau kemana, Tong? Mulutmu itu kau museumkan kah? Pergi tak bilang-bilang, belum ada persiapanku untuk kesepian begini.  Tong, aku lelah menangisi kesendirian ini saban hari. Remuklah aku, Tong, kau titipi kenangan yang menyeret-nyeret langkahku untuk tetap tinggal di sini. Pulanglah Tong, pintu rumah kita selalu menganga, siap menelanmu dengan berbagai rupa kerinduan yang mahal. Bayar semua kesalahanmu Tong, cumbui rinduku. Jangan kau pasung aku begini, hidup dalam ketidakpastian tanpa matamu dan sumpah serapahmu yang romantis. Jangan sadis Tong, cepatlah pulang. Sebelum rumah kita usang, dan aku tergeletak didalamnya lalu kukuburkan diriku sendiri dalam gundukan kenangan yang kau ciptakan. Pulang Tong, Pulang!

Bersambung...

2 komentar: