Assalamualaikum, para
pembaca! Tulisan saya kali ini agak berbeda dari tulisan-tulisan sebelumnya. Lebih panjang
juga dari tulisan saya yang lain. Seluruhnya berisi opini saya mengenai program
Menteri Pendidikan yaitu Fullday School
yang diterapkan sejak tahun ajaran baru Juli 2017. Tulisan ini tercetus melihat
keluhan-keluhan adik-adik kelas, saudara, kerabat yang sedang menjalani Fullday School.
Program ini diterapkan
berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy Nomor
23 tahun2017 tentang Hari Sekolah. Secara umum Permen (Peraturan Menteri) ini
mengatur tentang sekolah 8 jam sehari selama 5 hari. (Untuk lebih lengkapnya
bisa cek di internet ya teman-teman). Pada saat awal program ini diterapkan
saya biasa saja melihat adik-adik yang mengeluh karena pulang terlalu sore,
mungkin mereka belum terbiasa. Namun setelah sebulan program ini berjalan
sepertinya keluhan ini belum habis juga. Nah saya mau bercerita tentang
pengalaman saya dengan Fullday School
selama di jenjang SMP dan SMA. Semoga bisa bermanfaat bagi yang membaca, lebih
senang lagi kalau bisa menghilangkan keluhan adik-adik tentang Fullday School.
SAYA
DAN FULLDAY SCHOOL 2010-2013
Saya menikmati program
ini sejak tahun 2010. Tepatnya tahun ajaran 2010/2011 di MTsN Lumajang. Jadi
saat itu ada 2 program di MTsN Lumajang, kelas Fullday dan kelas reguler. Nah untuk
masuk kelas Fullday harus lolos tes tulis dan tes baca al-qur’an. Seingat saya
waktu itu saya sudah diterima di MTsN Lumajang sebelum UN SD berlangsung, jadi
sudah masuk SMP sebelum lulus SD kurang lebih begitulah. Nah bedanya kelas
Fullday dan Reguler adalah, banyak sih perbedaannya, saya kupas beberapa saja
ya.
Yang
pertama dari biaya SPP, awal saya masuk itu Rp 110.000 kemudian terus naik
sampai saya kelas 9 itu biayanya sebesar Rp 130.000. Nah, untuk kelas reguler
saya kurang tahu berapa biayanya. Seingat saya sih Rp 30.000 atau Rp 50.000,
duh saya benar-benar lupa soal ini (tolong dikoreksi jika ada yang tahu
kebenarannya). Kedua, kelas Fullday berakhir
sampai pukul 16.00 di hari senin-kamis, sedangkan kelas reguler pukul 13.30.
Untuk hari jumat Fullday dan Reguler berakhir pukul 13.00 (setelah sholat
jumat) dan hari sabtu pukul 10.00. Ketiga,
kelas Fullday mendapatkan makan siang, les bahasa arab 2 hari dalam seminggu
(bekerja sama dengan lembaga diniyah), les bahasa inggris 2 hari dalam seminggu
(bekerja sama dengan salah satu bimbingan belajar bahasa inggris di Lumajang),
dan pelajaran diniyah 4 hari dalam seminggu (bekerja sama dengan lembaga
diniyah di Lumajang), sedangkan kelas reguler tidak mendapatkan itu. Gara-gara
kelas diniyah ini saya jadi belajar mengeja kitab dan menulis huruf pego. Selain itu juga mendapatkan sertifikat les
bahasa inggris juga raport diniyah. Keempat,
kelas Fullday mendapatkan outbound di sekitar kota Lumajang saat liburan
semester 1, dan tadabur alam di luar kota Lumajang pada saat semester 2,
sedangkan kelas reguler tidak. Kelima, saat
itu Fullday hanya 2 kelas sedangkan reguler 5 kelas. Dan yang saya tahu
sekarang kelas reguler sudah berkurang jauh, Fullday sudah sampai 4 kelas atau
5 kelas ya? Ditambah lagi kelas akselerasi (sekolahnya agak kilat, cuma 2
tahun).
Melihat keluhan
adik-adik tentang Fullday School, saya
jadi ingat saat SMP dulu. Berangkat sekolah pukul 06.15 dengan mengendarai
sepeda pancal (bahasa indonesianya
apa ya?), jarak tempuh rumah-sekolah sejauh 6km. Kemudian pulang pukul 16.00,
biasanya sampai di rumah pukul 16.30. Hari Jumat walaupun pulangnya siang,
biasanya masih ada kegiatan lain seperti pramuka dan organisasi yang
mengharuskan tetap pulang sore bahkan kadang malam. Oh iya, di MTsN sholat
dhuhur dan ashar berjamaah, jadi sampai rumah tidak perlu terburu-buru sholat
ashar. Tinggal istirahat dan bersih diri menunggu maghrib. Bahkan waktu saya
kelas 9 juga ada sholat dhuha berjamaah pukul 06.30 dan itu wajib (jadi
berangkatnya lebih pagi), saya masih ingat yang terlambat sholat dhuha diberi
sanksi sholat dhuha di lapangan sekolah. Belum lagi pada saat kelas 8 ditambah
les di salah satu bimbingan belajar, jadi ibaratnya baru sampai rumah sudah
berangkat lagi. Dan saya menikmati itu semua. Bahkan ada beberapa teman saya
yang rumahnya jauh dari sekolah dengan jarak tempuh sampai 30 menit, mereka
harus berangkat pagi-pagi sekali dan sampai di rumah menjelang malam. Hebatnya tidak
ada teman-teman yang mengeluhkan kegiatan ini.
Keluhan kedua juga
tentang tugas yang menumpuk, saya lupa bagaimana tugas-tugas saya waktu itu. Yang
jelas saya juga tetap dapat tugas dan sepertinya tidak sedikit. Saya masih ingat
harus menghafalkan hadits-hadits, nahwu sharaf, menghafal kosa kata dalam
bahasa inggris dan bahasa arab, dan lain-lain. Semuanya menyenangkan saat itu,
walaupun capek tapi menurut saya tidak ada yang harus diragukan dari Fullday
School.
SAYA
DAN FULLDAY SCHOOL 2013-2016
Setelah lulus dari MTsN
Lumajang, saya menempuh jenjang selanjutnya di SMA Negeri 1 Lumajang. Tidak ada
program Fullday di sekolah ini tapi saya tetap pulang sore bahkan malam. Kenapa?
Karena banyaknya kegiatan termasuk organisasi, jadi ceritanya tetap Fullday
School, dan saya menikmati itu semua. Pelajaran berakhir pukul 13.30 di hari
senin-kamis, pukul 10.45 di hari Jumat, dan 11.30 di hari sabtu, namun saya
masih sering pulang sore sekali. Ketika saya kelas 11, saat itu sedang
gencar-gencarnya lomba PBL (Problem Based Learning) yang diadakan oleh
Sampoerna Foundation saya semakin sering pulang sampai malam dengan aktivitas
yang begitu padat. Capek? Iya. Sempat mengeluh tapi saya senang dengan kegiatan
yang bikin pulang sore itu. Kelas 12
menjelang ujian, ada program intensif yang dimulai pukul 05.45 dengan tambahan
les di sore hari sampai pukul 15.00, biasanya saya berangkat pukul 05.30 dan
teman-teman yang rumahnya jauh dari sekolah harus berangkat lebih pagi dari
itu. Semuanya saya nikmati dan sangat menyenangkan bagi saya.
SAYA
DAN FULLDAY SCHOOL 2016-SEKARANG
Lulus dari SMA saya
kuliah di Prodi D-IV Gizi Klinik Politeknik Negeri Jember. Kuliah tidak membuat
jadwal saya lebih baik. Saya masih tetap Fullday, bahkan terkadang saya
mendapat kelas pukul 07.00-20.00, sehari penuh. Di Politeknik tidak seperti
Universitas, di sini semua jadwal diatur oleh lembaga, sedangkan di Universitas
mahasiswa bisa mengatur jadwalnya sendiri. Belum lagi ditambah
praktikum-praktikum yang lumayan bikin capek, tapi lagi-lagi saya menikmati dan
semuanya menyenangkan.
Jadi tidak ada
pengalaman buruk menurut saya tentang Fullday School seperti yang dikeluhkan
banyak orang saat ini. Bagi saya tidak ada salahnya berlama-lama menuntut ilmu.
Lelah? Iya. Jenuh? Iya. Tapi selama kita menjalaninya dengan ikhlas dan hati
yang lapang, insyaAllah kita bisa melewati semuanya. Tidak ada yang buruk dari
menuntut ilmu dengan acuan waktu selama 8 jam sehari, tidak ada yang buruk dari
banyaknya tugas, karena dari banyaknya tugas itu sangat bermanfaat bagi saya
sekarang. Saya jadi terbiasa mengerjakan tugas dan laporan yang lebih banyak
dari itu ketika kuliah. Dengan Fullday School itu juga saya jadi tidak kaget
ketika harus kuliah sehari penuh, bisa diistilahkan “lebih tahan banting”
begitu. Apalagi kegiatan PBL oleh Sampoerna Foundation, itu benar-benar memupuk
keberanian, tanggung jawab, dan rasa percaya diri saya. Semua kegiatan “pulang
sore” sejak 2010 itu sangat bermanfaat bagi saya sekarang.
Begitulah cerita dan
pendapat saya tentang Fullday School yang berjalan di beberapa sekolah saat
ini. Percayalah adik-adik, semua kegiatan baik yang melelahkan itu akan
bermanfaat bagi kalian kedepannya. Tidak ada salahnya menuntut ilmu lebih lama
dalam sehari, semuanya pasti bermanfaat nantinya. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat untuk siapapun yang membacanya. Mohon maaf jika ada kesalahan atau
ada pihak-pihak yang tersinggung. Terimakasih.
Wassalamualaikum Wr,
Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar